KAPAL KITA BERLAYAR KE BARAT
Dalam voting anggota Dewan Keamanan PBB, Sabtu (24/3), Indonesia mendukung resolusi 1747 atas pengayaan nuklir Iran. Menlu Hassan Wirayuda mengatakan, Indonesia mendukung resolusi karena mengatur penghapusan dan larangan pengembangan senjata nuklir di Timur Tengah. Apakah tindakan ini tidak melenceng dari politik bebas-aktif?
Inilah potret teranyar wajah politik luar negeri kita. Nampaknya, Kementrian Luar Negeri RI
Sejak awal, doktrin politik luar negeri bebas-aktif dianggap sebagai komitmen nasional yang harus dipegang teguh. Sehingga, ketika ada pelanggaran terhadap doktrin tersebut pastilah akan mengundang kritik yang tajam. Seperti kita ketahui, politik bebas-aktif mengandung dua unsur pokok. Pertama, “bebas” bisa diartikan tidak terlibat dalam aliansi militer atau pakta pertahanan dengan blok Timur (Soviet) dan blok Barat (AS). Dalam arti luas, politik yang “bebas” menunjukkan tingkat nasionalisme yang tinggi karena menolak keterlibatan atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan negara.
Kedua, “aktif” menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia tidak boleh pasif dan hanya mengambil sikap netral dalam menghadapi permasalan-permasalahan internasional. Pembukaan UUD 1945 secara jelas menuntut Indonesia
Dari masa ke masa praktik politik bebas-aktif masih terasa ambigu. Pada masa Orde Lama, Indonesia
Saat ini, sejak Indonesia
Pemerintahan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjodjo jatuh pada tahun 1952, gara-gara Menlu Subardjo secara diam-diam sepakat menerima bantuan ekonomi Amerika. Akankah hak interpelasi DPR dapat membuat nasib pemerintahan SBY seperti pemerintahan Perdana Menteri Sukiman? [*]
No comments:
Post a Comment