Tuesday, May 22, 2007

Mengurai Kasus Dana Bantuan DKP

Prastiyo

Baru-baru ini, kita dihebohkan oleh kasus penerimaan dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) ke sejumlah partai politik dalam pemilu 2004. Kasus ini mulai terkuak seiring dengan ditetapkannya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rohmin Dahuri sebagai tersangka kasus korupsi di lembaga itu.

Adalah Amin Rais yang pertama terseret kasus ini. Amin Rais mengaku bahwa ia telah menerima bantuan dari Rohmin Dahuri sebesar Rp. 200 juta. Dana tersebut digunakan sebagai dana operasional dalam pemilu presiden 2004. Kasus ini pun tidak hanya berhenti sampai di situ. Selain Amin, ditengarai dana nonbujeter DKP itu juga masuk ke kantong sejumlah partai dan calon presiden peserta pemilu 2004.

Melihat kasus ini, di satu sisi kita sangat menyayangkan bahwa tindak pidana korupsi ternyata juga dilakukan oleh “orang bersih” seperti Amin Rais. Di sisi lain, kita sangat menghargai kejujuran, dan sikap tanpa tedeng aling-aling yang dilakukan oleh Amin Rais. Di tengah aroma kemunafikan dan kobohongan yang dilakukan oleh sejumlah pemimpin, hal seperti ini dapat dijadikan teladan. Mungkin, berangkat dari transparansi seperti itulah kasus korupsi dapat mudah di lacak.

Belum selesai kasus ini, baru-baru ini Amin Rais menyatakan bahwa di antara calon presiden dalam pemilu 2004 telah menerima dana bantuan dari pihak asing. Pernyataan Amin tersebut tidak kalah menghebohkan. Tentunya, pernyataan itu dibuat dengan satu alasan yang kuat. Dengan kata lain, Amin tidak hanya ingin tebar pesona atau sebagai ritual pembersihan diri. Orang sekaliber Amin Rais pasti mempunyai argumentasi dan bukti-bukti kuat berkaitan dengan dana bantuan asing itu.

Jika pernyataan itu benar, maka celakalah negeri ini. Seperti kita ketahui, dana bantuan asing tidak serta merta diberikan secara gratis. Menurut John Perkins, utang yang diberikan kepada individu atau negara tertentu, mempunyai efek jangka panjang yang sangat merugikan. Efek tersebut berkaitan dengan intervensi kebijakan-kebijakan luar negeri (neoliberalisme) ke dalam berbagai kebijakan dalam negeri negara pengutang. Dus, andaikan penerima bantuan asing dalam kampanye presiden 2004 tersebut berhasil memenangkan pemilu, maka negara ini sesungguhnya sedang dijerat oleh kepentingan asing.

Maka, agar rakyat tidak saling bertanya dan berasumsi macam-macam, kasus ini harus dituntaskan. Pengadilan harus menelusuri aliran dana nonbujeter DKP yang masuk ke kantong partai politik dan calon presiden dalam pemilu 2004. Selain itu, dana bantuan asing yang ditengarai masuk ke salah satu calon presiden juga harus ditelusuri kebenarannya.

Dengan semangat anti-KKN, pemerintah harus membuka ruang selebar-lebarnya untuk mengurai kasus ini sampai tuntas. KPK, Pengadilan, KPU, Panwaslu, serta PPATK harus saling bekerja sama untuk menelusuri dan menuntaskan kasus dana bantuan baik nonbujeter maupun bantuan asing untuk partai dan politisi. Hal ini penting dilakukan karena tidak menutup kemungkinan kejadian serupa dapat terulang di pemilu 2009 nanti.[]

No comments: